Sabtu, 30 Oktober 2010

UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007

UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Visi Undang-Undang No. 26 tentang Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:

  1. keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
  2. kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam suasana tenang dan damai;
  3. produktivitas: proses dan distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
  4. berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan generasi mendatang.

Untuk mendukung visi di atas, maka setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:

  • keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
  • keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
  • perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Sementara pasal 6 ayat (1) mempertegas bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan potensi khusus sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatu kesatuan.

Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:

(1) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;

(2) konservasi sumber daya alam; dan

(3) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang terdiri dari:

(1) ketentuan tentang ’amplop’ ruang (koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar ruang hijau,garis sempadan);

(2) penyediaan sarana dan prasarana;

(3) ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi

Pasal 5 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, mengandung penetapan dua fungsi kawasan utama, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dibagi ke dalam beberapa sub-kawasan yang akan memperjelas fungsi sesuai tata guna (peruntukan ruang/lahan) sektoral yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer).

Sumber :

http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=106

www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/2002/04-02.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar